Mitragalaksi.com, Sintang, Kalbar – Isu maraknya pangkalan LPG bodong di Kabupaten Sintang kembali mencuat setelah temuan sejumlah pangkalan ilegal yang diduga berasal dari agen nakal dan mafia migas. Temuan ini menjadi perhatian serius dalam High Level Meeting yang digelar oleh Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) dan Tim Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD) di Pendopo Bupati Sintang pada Kamis, 19 Desember 2024.
Dalam rapat tersebut, Sekda Sintang, Kartiyus, mengungkapkan kekhawatirannya terhadap peran Pertamina dalam mengawasi distribusi LPG 3 Kg. Menurutnya, sekitar 50% pangkalan LPG yang terdaftar di beberapa kecamatan ternyata bodong. “Pangkalan bodong ini jelas merugikan masyarakat. Ke mana alokasi gas yang seharusnya sampai ke masyarakat? Ini harus segera diselesaikan,” ujar Kartiyus.
Menurut Kadisperindagkop dan UKM Kabupaten Sintang, Arbudin, pihaknya telah menginformasikan temuan ini kepada Pertamina dan dalam waktu dekat akan menggelar rapat dengan pihak terkait untuk menuntaskan masalah tersebut. “Kami akan melakukan pembenahan, termasuk penanggulangan lonjakan harga LPG yang mencapai Rp 35.000 di kota Sintang. Semua pangkalan harus melayani masyarakat dengan baik,” tegas Arbudin.
Data yang diterima dari laporan camat menyebutkan bahwa lebih dari 50% pangkalan di beberapa kecamatan terindikasi bodong, sebuah angka yang sangat mengkhawatirkan. Arbudin menambahkan, jika temuan tersebut terbukti merugikan masyarakat, tindakan hukum bisa diambil terhadap pihak-pihak yang terlibat.
Pihak Pertamina Sintang, meskipun telah dihubungi untuk memberikan klarifikasi, enggan memberikan pernyataan terkait masalah ini, dengan alasan bahwa hanya Area Manager Communication, Relations & CSR Kalimantan yang berhak memberikan pernyataan resmi.
Ketua Litbang YLBH-LMRRI, Bambang Iswanto, menanggapi serius maraknya penyalahgunaan LPG subsidi 3 Kg. Menurutnya, tindakan mafia migas yang menyebabkan kelangkaan dan harga tinggi ini harus segera dihentikan. Bambang menegaskan bahwa tindakan tersebut melanggar Peraturan Presiden Nomor 104 Tahun 2007 dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.
“Jika terbukti ada pelanggaran, mereka yang terlibat bisa dikenakan sanksi pidana sesuai dengan Pasal 40 angka 9 UU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 55 UU Migas, dengan ancaman pidana penjara hingga 6 tahun dan denda hingga Rp60 miliar,” tegas Bambang.
Penyalahgunaan LPG bersubsidi ini, menurut Bambang, tidak hanya merugikan negara tetapi juga masyarakat banyak, karena menghambat distribusi yang seharusnya tepat sasaran. “Penyimpangan alokasi yang bertujuan untuk memperoleh keuntungan pribadi atau badan usaha harus diusut tuntas. Mafia migas ini tidak boleh dibiarkan,” tambahnya.
Seiring dengan pembenahan yang sedang dilakukan oleh pemerintah daerah, masyarakat Sintang berharap agar pihak berwenang segera menindak tegas agen dan mafia migas yang terlibat dalam penyalahgunaan LPG subsidi. Semua pihak diharapkan berperan aktif untuk menjaga kestabilan harga dan distribusi barang yang sangat dibutuhkan masyarakat.
(Red)