DPP YLBH Garda Tipikor Indonesia, Akan Bongkar Mafia Tanah di Kalbar, Oknum Berwenang Yang Terlibat Akan Dilibas.

DPP YLBH Garda Tipikor Indonesia, Akan Bongkar Mafia Tanah di Kalbar, Oknum Berwenang Yang Terlibat Akan Dilibas.

Mitragalaksi.com, Pontianak, Kalbar. Kasus mafia tanah dalam waktu dekat akan dibongkar habis oleh para “pendekar hukum senior” yang turun gunung untuk membantu masyarakat kecil yang terzolimi oleh para mafia tanah. Para oknum berwenang maupun oknum aparat penegak hukum yang terlibat tinggal siap siap dipolisikan.

Sejumlah masyarakat yang terzolimi akibat tanahnya yang sudah bersertifikat hak milik (SHM) diserobot orang yang tak bertanggung jawab, dan SHM nya berubah nama orang lain, kini mengadukan nasibnya ke ahli hukum DPP YLBH Garda Tipikor Indonesia yang berkantor pusat di jalan Skip No.3 Lawang Gintung Kota Bogor.

Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (DPP YLBH) Garda Tipikor Indonesia Prof Yislam Alwini melalui keterangan persnya kepada sejumlah wartawan di Pontianak, Sabtu (20/11) mengatakan pihaknya siap untuk membantu masyarakat kecil korban mafia tanah di Kalimantan Barat.

Baca Juga : Kapolda Kalbar Irjen Pol. Dr. R. Sigid Tri Hardjianto, S.H., M.Si, Tinjau Langsung Banjir di Sintang.

Yislam mengungkapkan pihaknya sekarang ini sedang menangani lima kasus tanah yang merugikan masyarakat. “Ada lima kasus tanah korban mafia tanah yang serupa tapi tak sama sedang kami tangani “, ujarnya.

“Macam macam indikasinya, ada pemalsuan data hingga terbitnya sertifikat, ada oknum notaris, hingga oknum BPN dan oknum polisi bermain “, ungkapnya.

Kelima orang yang mengadu ke YLBH GARDA TIPIKOR INDONESIA menurut Yislam yaitu Masturah, Oscar Haris, Lotus Garden, Punadin dan Robet.

Seperti kasus mafia tanah yang dialami oleh Punadin. Menurut Yislam Punadin adalah penggarap tanah Aquo sejak tahun 1970. “Walaupun tanah tersebut belum didaftarkan ke kantor pertanahan, bukan berarti Punadin tidak punya hak atas tanah Aquo tersebut”, jelas Yislam.

Namun tanah garapan Punadin sejak 1971 itu tiba tiba di klaim orang lain dengan terbitnya SHM No.4964 dan SHM No.5152 atas nama Bintarti. “Ini jelas sudah cacat administrasi”, tandas Yislam.

“Bintarti mendapatkan tanah tersebut dari hasil lelang, padahal asal SHM No.5152 dan SHM No.4964 dari hasil lelang pada kantor lelang, dengan nama dalam kepemilikan SHM yaitu Soewardi. Padahal Soewardi tidak merasa memiliki tanah Aquo tersebut”, tandas Yislam.

Melalui gugatan demi gugatan yang dilakukan oleh Punadi, akhirnya Mahkamah Agung (MA) memenangkan Punadin sebagai pemilik tanah yang sah. “Sekarang Punadin menuntut pencemaran nama baik”, ujar Yislam

Tanah Punadin berlokasi di gg Family jalan Paris II, Pontianak Tenggara. Luasnya sekitar 7 hektar. “Soewardi Palsu telah melakukan pemalsuan data tanah garapan milik Ponadin ini”, tandas Yislam.

“Soewardi abal abal ini malakukan pinjaman dana ke salah satu bank dengan jaminan SHM abal abal tersebut, dan dananyapun dicairkan oleh bank, karena dia tidak mampu membayar kredit bank akhirnya tanahnya dilelang okeh kantor lelang negara , dan dimenagkan oleh Bintarti “, papar Yislam

“Punadin pun diusir, dan dilaporkan balik ke polisi dengan tuduhan penyerobotan”, ungkap Yislam. “Ini sudah jelas cacat administrasi”, tambahnya lagi.

Lain lagi kasus Masturah tanah dan bangunan miliknya dijalan Khatukistiwa Gg SMU 5 dekat tugu Khatulistiwa seluas 582 meter persegi diserobot orang. Awalnya dia meminjam uang sebesar Rp 100 juta dengan jaminan SHM yang diamankan lewat seorang notaris, namun saat mau ditebus, namanya dalam SHM sudah berubah menjadi nama orang lain.

Belum lagi kasus korban mafia tanah yang melibatkan Oscar Haris. “Ayahnya punya tanah seluas 8 Ha didaerah Wajok Hulu, tahun 1974 pernah mengajukan SHM namun ditolak. Namun tiba tiba, muncul SHM atas nama orang lain”, ungkap Yislam.

Dalam kasus Lotus Garden, menurut Yislam tanah milik Maulana sudah dimenangkan oleh MA , kemudian dalam hitungan hari keluar lagi surat dari MA lagi dengan nomor yang sama menyatakan dia kalah.

“Keluarnya surat tersebut setelah adanya pergantian di MA, inikan aneh surat dengan nomor yang sama tapi putusannya berbeda”, ungkap Yislan.

Kasus ini sudah dilaporkan ke KPK, tapi menurut Maulana, tidak ada respon dari KPK dengan alasan itu kita buka.

[ Reni ]

error: Content is protected !!