Mitragalaksi.com, Jakarta, Indonesia. Permasalahan pengelolaan Pasar Alabio, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Provinsi Kalimantan Selatan akhirnya berlanjut ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI. Hari ini, tim hukum Persatuan Pedagang Pasar Alabio (P3A) menyampaikan laporan tersebut ke Gedung Merah Putih di Jakarta (Selasa, 12/7/2022).
Kuasa Hukum P3A, Denny Indrayana, menyatakan sejak awal telah menduga ada yang tidak beres dalam proyek renovasi Pasar Alabio yang dilaksanakan pada tahun 2017 sampai saat ini. Bagaimana tidak, P3A yang telah turun temurun menempati Pasar Alabio untuk berdagang, harus terusir akibat kewajiban membayar sumbangan paksa dengan nilai yang sangat fantastis.
“Sejak pertama kali mengadvokasi P3A sekitar Juni 2020, kami telah menduga banyak yang tidak beres dalam pelaksanaan proyek pembangunan di Hulu Sungai Utara, salah satunya proyek renovasi Pasar Alabio ini,” jelas Wakil Menteri Hukum dan HAM periode 2011-2014 tersebut.
Baca Juga : Polres Sekadau Gelar Acara Pisah Sambut Pejabat Kapolres Lama dan Baru
Sebelumnya, proyek renovasi Pasar Alabio memang menuai kritik karena banyak kejanggalan di dalamnya. Pembangunan Pasar Alabio direncanakan menggunakan dana sumbangan dan kontribusi dari masyarakat, namun ternyata dibangun menggunakan APBD senilai 9,68 milyar. Setelah selesai dilakukan perbaikan, Pemkab HSU tetap meminta sumbangan atau kontribusi tersebut dengan angka fantastis yang jelas memberatkan para pedagang lama.
Kemudian banyak pihak menilai kualitas renovasi Pasar Alabio jauh di bawah standar sebuah bangunan dengan nilai pembangunan mencapai Rp 9,6 miliar. Sebuah indikasi lain yang bisa digunakan oleh KPK sebagai pintu masuk menyelidiki lebih lanjut skandal Pasar Alabio.
Kini, masalah berlanjut ketika P3A telah dinyatakan menang oleh Mahkamah Agung berdasarkan Putusan MA Nomor 336 K/TUN/2021, namun Pemkab HSU tetap bersikeras untuk menolak eksekusi. Setelah ditelusuri, terdapat dugaan tindak pidana korupsi yang terstruktur dan sistematis dalam pembangunan Pasar Alabio peninggalan Bupati HSU nonaktif Abdul Wahid yang diduga menjadi penyebab Pemkab HSU di bawah komando Plt. Bupati Husairi tidak kunjung juga mengeksekusi putusan.
Pada kesempatan yang sama, Kuasa Hukum P3A, Muhamad Raziv Barokah menjelaskan terdapat 3 (tiga) jenis subjek yang berpotensi kuat terjerat dengan pasal-pasal tindak pidana korupsi dalam laporan yang ia ajukan ke KPK.
“Pertama,oknum Pemkab yang mendapatkan unit ruko/toko sehingga menyingkirkan hak para pedagang lama.
“Kedua,oknum Pemkab yang melakukan kesalahan pengelolaan anggaran sumbangan, sehingga Pemkab HSU terhambat melakukan pengembalian dana ke pedagang baru.
“Ketiga, pihak-pihak yang berkontribusi sehingga menyebabkan kualitas pembangunan Pasar Alabio jauh dari standar bangunan seharga Rp 9,6 miliar.
“Meskipun menggunakan nama orang lain, KPK bisa menelusuri siapa penerima manfaat sebenarnya dari unit tersebut menggunakan data-data awal yang kami sampaikan. Jadi baik aktor-aktor pada masa lalu era kepemimpinan Bupati Non-Aktif, maupun aktor-aktor saat ini, berpotensi kuat terjerat tindak pidana korupsi yang kami laporkan,” jelas Senior Lawyer INTEGRITY Law Firm ini pada media.
Ia menambahkan langkah melaporkan ke KPK ini terpaksa diambil untuk melakukan perbaikan sistematis dan komprehensif di tubuh pemerintahan Kabupaten Hulu Sungai Utara, serta memberikan kepastian hukum dan kesejahteraan bagi masyarakat HSU.
“Jangan sampai terulang tragedi di mana masyarakat kesulitan menghadapi pemulihan ekonomi pasca Covid-19, namun oknum pemimpin mereka pesta pora menikmati uang hasil korupsi,”tutup Raziv. ( Bams/Dny ).
Sumber Berita. : Tim Advokasi P3A (Persatuan Pedagang Pasar Alabio)
1. Denny Indrayana (0817 726 299)
2. Muhamad Raziv Barokah (0822 9882 4343)