Mitragalaksi.com, Singkawang, Kalbar. Ada 3 (tiga) hal yang kita pertanyakan dan mengganggu kenyamanan kita sebagai warga masyarakat kota Singkawang.
Dedi Mulyadi Panglima Bala Komando Pemuda Melayu Markas Besar Kota Singkawang waktu diwawancarai media soerakeadialan, menurut Dedi ” Tiga hal yang dipertanyakan Berkenaan dengan Gerbang Kota Sakok, dan Gerbang Hongkong. adalah :
Lambang / ornamen merah yg mirip seperti lambang tulisan Tiongkok, Tampilan Video Tron yang tidak menyuguhkan atau menampilkan tentang Promosi keadaan atau keindahan Singkawang, melainkan hanya video – video marketing dari pengusaha luar Kota Singkawang.
Regulasi dan Nilai Pajak Pembangunan Video Tron tersebut yang berpotensi menjadi PAD Kota Singkawang.
Pertama berkenaan dgn Gerbang baru (VideoTron), jelas terlihat ada kekeliruan yang dapat memancing kecemburuan sosial, karena Singkawang ini Multi Etnis, janganlah mempolarisasi bahwa Singkawang ini hanya milik satu etnis.
Itu terlihat dari salah satu logo atau gambar ornamen yang dipasang sepertinya itu mirip lambang TIONGKOK, dan kita tidak tau apa makna tulisan ornamen itu.
Apa sih relevansi nya lambang – lambang Tiongkok tersebut dipakai di Singkawang ? Apakah Singkawang ini sudah menjadi negara bagian Tiongkok ?
Belum lagi masalah yang lain, Penamaan GERBANG diatas Jembatan Rusen, mengapa harus mengadopai nama HONGKONG ? Apa manfaatnya bagi masyarakat Singkawang ?
Justru sebaliknya menimbulkan bibit-bibit kecemburuan sosial, Alangkah lebih bijak jika nama Hongkong itu diganti dengan nama PASAR LAMA atau PASAR SINGKAWANG BIOSKOP atau PASAR BERDIKARI, nahh jelas nama – nama tersebut berkaitan dengan sejarah dimasa lalu ditempat, itu sangat jelas.
Harapan kita dalam hal ini FORKOPINDA juga harus bijak dan bisa saling mengingatkan, memberi masukan kepada Pemkot Singkawang.
Jika Pembangunan lebih memberikan Mudarat daripada Manfaat sebaiknya dikaji kembali sebelum dibangun.
Karena hal – hal yang demikian itu sangat sensitif, mengingat Singkawang itu Multikultural dan Majemuk. Apalagi di Kabupaten Sambas dulunya sebelum Pemekaran itu telah menyimpan sejarah kelam, memilukan kerusuhan antar Etnis, jadi hal-hal itu harus kita ingat, dan FORKOPINDA harus bijak, saling mengingatkan, janganlah hal – hal yang memancing kecemburuan sosial atau etnis lain itu lantas dibiarkan dan semakin berkembang. Kasihan masyarakat jika dibiarkan akan berpotensi menciptakan konflik horizontal, yang berujung akibatnya konflik SARA.
Baca Juga : Polres Sekadau Disinfeksi Mako, Cegah Penyebaran Covid-19 di Lingkup Internal.
Apalagi lambang / Ornamen Tiongkok tersebut letaknya diatas lambang Pemkot, nah ini apa niat sebenarnya ? Harusnya lambang Garuda atau Tulisan Bhinneka Tunggal Ika yg berada diatas lambang Pemkot itu, bukannya lambang simbol Tiongkok seperti yang ada sekarang.
Atau apakah Singkawang ini memang sudah menjadi negara bagian Tiongkok ?
Ini pelajaran dan pemahaman untuk kita bersama yang selalu dididik dan selalu mengedepankan sikap Toleransi, namun bukan Toleransi yang kebablasan sehingga Kedaulatan negara sendiripun rela dikangkangi.
Kedua, mengenai tayangan atau suguhan video yang keluar dari videotron tersebut, cukup lama kami mengamatinya dan menyaksikan, namun sama sekali tidak ada tayangan tentang promosi Kota Singkawang, keindahannya dan Ramah tamahnya penduduk Singkawang.
Justru yang kami dapati adalah tayangan – tayangan iklan promosi dari perusahaan atau pihak Development atau pengembang.
Aneh, apakah Video Tron tersebut berfungsi sebagai Gerbang Kota atau sekedar Gerbang Iklan Swasta ? Sehingga harus mengorbankan Gerbang Lama yang penuh sejarah dan peradaban.
Ketiga, adalah mengenai Regulasi dan Nilai Pajak Iklan / Reklame. Ini juga harus jelas apakah sudah melalui reguslasi yang benar, jangan sampai melanggar aturan yang ada dan tidak mendasar, sepengetahuan saya Perda yang mengatur tempat – tempat yang diijinkan untuk Papan Reklame dan iklan termasuk videotron itu sudah diatur, kalau tidak salah itu Perda ditahun 2011.
Dan seingat saya bahwa dalam kawasan Gerbang Kota itu tidak ada tempat untuk Pembuatan Iklan Reklame dan sejenisnya.
Juga mengenai Nilai Pajak Iklan Reklame itu, seberapa besar yang didapatkan oleh Pemkot sebagai Pendapatan Asli Daerah ?
Jangan nilai sewa yang dibayar oleh Pihak Swasta itu masuk ke kantong – kantong pribadi Oknum yang tak bertanggung jawab.
Jadi ini juga harus jelas, karena ini menyangkut tanggung jawab serapan nilai PAD yang kita dapatan dalam tiap tahun, dan penggunaannya untuk apa saja.
Jadi hal – hal tersebut yang selama ini mengganggu pikiran dan kenyamanan kita, apalagi sampai harus mengorbankan Gerbang Kota yang lama yg penuh nilai sejarah peradaban kota Singkawang.” Tutup Dedi Mulyadi.
[ S Delvin SH ]